Maskapai yang diberi mandat mengeksploitasi Indonesia itu mulai gonjang-ganjing di pergantian abad menjadi abad ke-19 itu. Maskapai milik kerajaan Belanda yang berdiri pada 20 Maret 1602 ini punya masalah yang begitu kompleks di tahun 1799.
Maskapai dagang Hindia Timur alias Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) ini dikenal sebagai pemonopoli rempah-rempah dari bumi nusantara. Mereka beli murah dari petani pribumi, lalu menjual dengan harga tinggi di Eropa.
Demi memperbesar keuntungan, agar tercapai Gold & Glory bagi Kerajaan Belanda, maka hak Oktroi pun diberikan kepada VOC di hari berdirinya. Maka, sejak hari itu VOC menjadi perpanjangan tangan kerajaan di Hindia Timur alias nusantara. VOC diizinkan mencetak mata uang sendiri—untuk memperlancar pembayaran barang dagangan. Mereka diberi wewenang memungut pajak di daerah yang mereka kuasai itu.
Terkait urusan dengan kerajaan lain, termasuk kerajaan dari Eropa, mereka diberi kuasa untuk berhubungan diplomatik, membuat perjanjian dagang, memaklumkan perang, membuat perjanjian damai dan tak kalah penting adalah diperbolehkan membangun angkatan perang sendiri.
VOC seringkali mengedepankan cara damai untuk menjaga kepentingan monopoli rempah-rempahnya. Tak semua kerajaan mau tunduk dengan VOC. Di sinilah fungsinya angkatan perang.
Meski banyak perang dimenangkan, namun perang tetap butuh banyak biaya. Anggaran pertahanan alias dana perang ini pun sering jadi ladang korupsi mereka. Sudah memakan banyak biaya, banyaknya biaya yang diperlukan untuk perang-perang tersebut, ditambahkan lagi dana itu dibengkakan lagi, maka makin menguras kas VOC.
Setelah ditaklukkan dan menjadi milik VOC, tentu saja daerah tersebut harus diawasi oleh VOC. Artinya, tenaga pengawas yang harus dibayar dan biaya operasional lain. Anggaran VOC pun bertambah lagi. Tak jarang, daerah-daerah yang sudah direbut akhirnya mengajak perang VOC untuk melepaskan diri.
Daerah-daerah yang jauh dari kantor VOC di Batavia tentu tidak mudah untuk diawasi. Marle Ricklefs, dalam Sejarah Indonesia Modern 1200–2008 (2009), menulis: “pos-pos yang letaknya jauh, seperti Timor, Makassar, Palembang, Padang dan Kalimantan Selatan pada dasarnya pun sekedar menjadi lambang kehadiran VOC belaka. Bahkan monopoli cengkeh VOC di Ambon juga tumbang.”
Di negeri Belanda, terjadi perubahan akibat Revolusi Perancis (1789-1799) yang membuat Republik Bataaf berdiri pada 1795. Pemikiran demokratis dan liberal yang menganjurkan perdagangan bebas pun berkembang. Monopoli VOC terancam.
Utang VOC sendiri mencapai 136,7 juta gulden dan tak tertolong lagi. “Terhitung sejak 31 Desember 1799 VOC dinyatakan pailit, utang dan asetnya diserahkan kepada Pemerintah Belanda,” tulis sejarawan Ong Hok Ham dalam Dari Soal Priayi Sampai Nyi Blorong (2002).
0 komentar:
Posting Komentar