A.
PENDAHULUAN
Kerajaan
Singasari adalah sebuah kerajaan Hindu Buddha di Jawa Timur yang didirikan oleh
Ken Arok pada tahun 1222 M. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan di daerah
Singosari, Malang. Kerajaan Singasari hanya sempat bertahan 70 tahun sebelum
mengalami keruntuhan. Kerajaan ini beribu kota di Tumapel yang terletak di
kawasan bernama Kutaraja. Pada awalnya, Tumapel hanyalah sebuah wilayah
kabupaten yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Kadiri dengan bupati bernama
Tunggul Ametung. Tunggul Ametung dibunuh oleh Ken Arok yang merupakan pengawalnya.
Keberadaan
Kerajaan
Singosari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak ditemukan
di Jawa Timur yaitu daerah Singosari sampai Malang, juga melalui kitab sastra
peninggalan zaman Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca
yang menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singosari serta kitab
Pararaton yang juga menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab
Pararaton isinya sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab
Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui. Sebelum menjadi
raja, Ken Arok berkedudukan sebagai Akuwu (Bupati) di Tumapel menggantikan
Tunggul Ametung yang dibunuhnya, karena tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul
Ametung. Selanjutnya ia berkeinginan melepaskan Tumapel dari kekuasaan kerajaan
Kadiri yang diperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah kaum
Brahmana Kadiri meminta perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka tahun
1222 M /1144 S Ken Arok menyerang Kediri, sehingga Kertajaya mengalami
kekalahan pada pertempuran di desa Ganter. Ken Arok yang mengangkat dirinya
sebagai raja Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.
B. SISTEM
PEMERINTAHAN KERAJAAN SINGASARI
Ada dua versi yang menyebutkan
silsilah kerajaan Singasari alias Tumapel ini. Versi pertama adalah versi
Pararaton yang informasinya didapat dari Prasasti Kudadu. Pararaton menyebutkan
Ken Arok adalah pendiri Kerajaan Singasari yang digantikan oleh Anusapati (1247–1249
M). Anusapati diganti oleh Tohjaya (1249–1250 M), yang diteruskan oleh
Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272 M). Terakhir adalah Kertanegara yang
memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara pada versi Negarakretagama, raja
pertama Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa Sang Girinathapura (1222–1227
M). Selanjutnya adalah Anusapati, yang dilanjutkan Wisnuwardhana (1248–1254 M).
Terakhir adalah Kertanagara (1254–1292 M). Data ini didapat dari prasasti Mula
Malurung.
1. Ken Arok (1222–1227 M)
Pendiri Kerajaan Singasari adalah
Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja Singasari yang pertama dengan gelar
Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama
Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa
(Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama
lima tahun (1222–1227 M). Pada tahun 1227 M, Ken Arok dibunuh oleh seorang
suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam
bangunan Siwa–Buddha.
2. Anusapati
(1227–1248 M)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka
takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka waktu
pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan
pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam.
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo
(putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar
menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan
Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik
menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu
Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian,
meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
3. Tohjoyo
(1248 M)
Dengan meninggalnya Anusapati maka
tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah
Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni
berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para
pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki
singgasana.
4. Ranggawuni (1248–1268 M)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan
Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa
Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu
angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman
dan kesejahteran rakyat Singasari. Pada tahun 1254 M Wisnuwardana mengangkat
putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud
mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268
Wisnuwardana meninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai
Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5.
Kertanegara (1268-1292 M)
Kertanegara adalah
Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk
menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1270 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara.
Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri
i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan
gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan
yang baru. Menurut kidung Panji Wijayakrama pupuh 1 menguraikan bahwa Prabu
Kertanagara yang berwatak angkuh dan sadar akan kekuatan dan kekuasaannya,
menolak mentah-mentah pendapat dan keberatan Mpu Raganatha bahkan beliau
menjadi muram lagi murka mendengar ujar Mpu Raganatha. Dengan serta merta Mpu
Raganatha dipecat dari jabatannya dan digantikan oleh Mahisa Anengah panji
Angragani. Menurut kidung Harsawijaya pupuh 1/28 disebutkan bahwa Prabu Kertanagara
melorot kedudukan Mpu Raganantha sebagai patih amangkubhumi menjadi ramadhyaksa
di Tumapel. Selain itu juga dikatakan di Kidung bahwa Arya Wiraraja dilorot
kedudukannya dari demung menjadi adipati di Madura Timur, kemudian
tumenggung Wirakreti dilorot kedudukannya sebagai tumenggung menjadi mantri
anghabaya.
Prabu Kertanegara mengadakan perubahan secepatnya secara
besar-besaran untuk disesuaikan dengan pelaksanaan politik ekspansinya. Para
pembesar yang telah lama mengabdi pada pemerintahan Wisnuwardhana dan tidak
dapat menyesuaikan diri dengan politik yang baru disingkirkan dan diganti oleh
tenaga-tenaga baru yang menyetujui gagasan politik sag prabu. Perubahan itu
menimbulakan kegelisahan diantara pegawai dan rakyat.
Pada
prasasti Penampihan yang dikeluarkan pada bulan Kartika tahun 1191 S (Oktober
1269 M) mencatat bahwa patih Kebo Arema dan Mpu Ramapati yang sangat dipuja
menjadi sang penasehat sang prabu dalam mengadakan hubungan dengan
pembesar-pembesar yang ada di Madura dan Nusantara. Sang Ramapati mengepalai
kabinet menteri yang terdiri atas patih,
demung, tumenggung, rangga, dan kanuruhan.
Ditengah pemerintahan sang prabu Kertanagara sempat
terjadi pemberontakan, diantaranya yang disebutkan dalam pupuh 1 kidung Panji Wijayakrama terjadi
pemberontakan Kelana Bhayangkara. Dan dalam negarakertagama
juga disebutkan sempat terjadi pemberontakan Cayaraja.
Pemberontakan-pemberontakan itu akhirnya dapat ditumpas, dan empat menghambat
pelaksanaan gagasan politik perluasan wilayah. Untuk dapat mengirim tentara ke
seberang lautan, kekeruhan di dalam negeri harus diatasi terlebih dahulu.
C. EKSPEDISI PAMALAYU
Pararaton,
Kidung Panji Wijayakrama, Kidung Harsawijaya dan Negarakertagama pupuh ke 41 menyebutkan bahwa pengiriman tentara ke
negeri Melayu pada tahun Saka 1187 (1275 M), lima tahun setelah pecahnya
pemberontakan Kelana Bhayangkara dan Cayaraja. Dalam kidung Harsawijaya disebutkan bahwa nasihat patih Raganatha tentang
pengiriman tentara ke Suwarnabhumi ditolak oleh prabu Kertanagara. Raganatha
sebelumnya mengingatkan bahwa bisa saja terjadi balas dendam raja
Jayakatwang dari Kadiri terhadap Singasari, sebab singasari dalam keadaan
kosong akibat pengiriman ke Suwarnabhumi. Prabu Kertanagara berpendapat bahwa raja bawahan Jayakatwang
tidak akan memberontak kepadanya karena jayakatwang berutang budi kepadanya.
Jayakatwang adalah bekas pegawai istana yang dangkat sebagai raja bawahan di
Kediri. Gagasan pengiriman ke Suwarnabhumi sendiri disetujui oleh Mahisa
Angragani yang berkedudukan sebagai pengganti Raganatha. Demikianlah diputuskan
untuk mengirimkan tentara ke Melayu yang dilaksanakan pada 1275 M yang dikenal
dengan ekspedisi Pamalayu.
Ekspedisi Pamalayu berhasil baik. Tentara Singasari
berhasil menundukan raja Malayu, Tribhuwanaraja
Mauliwarmadewa di Dharmasraya, yang berpusat di Jambi dan menguasai selat
Malaka. Ini terbukti dari isi yang ada pada piagam Amogapasha atau Padang Arca
yang dikeluarkan oleh Sri Kartanegara pada 1208 S (1286 M). Selain menguasai Melayu,
Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat),
dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja
Champa, dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari
Dinasti Mongol. Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk
Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan
melukai muka utusannya yang bernama Meng Ki. Tindakan Kertanegara ini membuat
Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan
pasukannya ke Jawa. Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk
menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan
untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara
merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
D.
PEMBERONTAKAN JAYAKATWANG DAN RUNTUHNYA SINGASARI
Dalam Negarakertagama pupuh 41/4 menguraikan bahwa
Prabu Kertanegara dengan pengiriman tentara ke Melayu yang jaya gemilang
sebenarnya mempunyai akibat buruk terhadap dalam negeri. Pada tahun 1280 M
sempat terjadi pemberontakan dari Mahisa Rangkah namun dapat digagalkan.
Kemudian pembesar-pembesar negara yang kena pecat terutama adipati Wiraraja di
Sumenep mendapat kesemapatan baik untuk membalaskan dendam kepada Kertanegara.
Ia menghasut raja bawahan Jayakatwang dari Kediri untuk membrontak dengan cara
mengirimkan surat. Dari surat yang dikirimkan oleh Wiraraja menyatakan bahwa
Singasari dalam keadaan kosong. Tidak ada lagi tokoh pembesar yang dapat
dibanggakan adapun Raganatha adalah seorang pembesar namun sudah tua renta
layaknya harimau kawakan. Dalam situasi yang sama raja Kertanegara juga tengah
berselisih dengan Kubilai Khan,
dimana pemimpin dinasti Mongol memintanya untuk tunduk kepadanya, dan ditolak
oleh sang Prabu dengan merusak wajah utusannya yang bernama Meng Ki sebagai
hinaan kepada sang Kaisar.
Setelah Jayakatwang membaca surat Wiraraja tahulah ia
mengenai makna dari Wiraraja dan segera bertanya kepada Wirondaya yang
bertindak sebagai pembawa surat tentang bagaimana keadaan Singasari yang
sesungguhnya. Jawabnya semenjak raja Kertanagara memerintah tampuk pimpinan
segala nasehat Mpu Raganatha dan para wreddha
menteri diabaikan, sang Prabu lebih cenderung mendengarkan pendapat
menteri-menteri mudanya yang baru. Rakyat pun tidak puas atas dengan sikap yang
demikian. Kemudian Jayakatwang menanyakan hal tersebut kepada sang patihnya
yang bernama Mahisa Mundarang, sang patihpun menceritakan mengenai leluhur
Jayakatwang yaitu raja Kertajaya yang mati ditangan anak petani Pangkur anak Ni
Ndok, itulah raja Singasari yang bergelar raja Rajasa yang membinasakan raja
Kertajaya dan seluruh bala tentara Kediri. Kediri karenanyalah dijajah oleh Singasari. Patih itu
juga mengatakan bahwa Jayakatwang berkewajiban membalaskan dendam dan membangun
kembali kerajaan Kediri.
Setelah mendengar dari
nasehat Wiraraja dan pendapat patih Mudrang, raja Jayakatwang segera
mengeluarkan perintah untuk menyerang Singasari. Pasukan Jayakatwang
dipimpin Jaran Guyang bergerak menyerang Singhasari
dari utara. Kertanagara mengirim kedua menantunya, yaitu Raden Wijaya
putra Lembu Tal
dan Ardharaja putra Jayakatwang untuk melawan. Tetapi Ardharaja
kemudian bergabung ke dalam pasukan ayahnya. Pasukan Jaran Guyang hanyalah
pancingan supaya pertahanan ibu kota kosong. Pasukan kedua Jayakatwang
menyerang dari selatan dipimpin Patih Kebo Mundarang. Saat itu Kertanagara
sedang mengadakan pesta minuman keras sebagai salah satu ritual agamanya. Ia
lalu keluar menghadapi serangan musuh. Kertanagara akhirnya tewas dibunuh
tentara pemberontak bersama Mpu Raganata, Patih Kebo Anengah, Panji
Angragani, dan Wirakreti. Dengan demikian Sejarah Singasari berakhir dengan
mangkatnya Prabu Kertanagara pada tahun 1292 M.
E. KEHIDUPAN DI KERAJAAN SINGASARI MASA RAJA KERTANAGARA
Pada masanya, Singasari mencapai
kejayaan. Dalam menjalankan pemerintahannya, Kertanegara dibantu oleh tiga
orang mahamantri, yaitu rakryan i hino, rakryan i sirikan, dan rakryan
i halu. Di bawah ketiga mahamantri ini terdapat pula tiga orang pejabat: rakryan
apatih, rakryan demung, dan rakryan kanuruhan. Sementara soal
keagamaan, diangkat pejabat yang disebut dharma dhyaksa ring kasogatan untuk
urusan agama Buddha, sedangkan dharmadyaksa ring kasaiwan untuk umat
Siwa.
Sementara itu, kehidupan sosial
Singasari dapat diketahui dari Nagarakretagama dan Pararaton serta
kronik Cina. Disebutkan, masyarakat Singasari terbagi dalam kelas atas, yaitu
keluarga raja dan kaum bangsawan, dan kelas bawah yang terdiri dari rakyat
umum. Selain itu, ada kelompok agama, pendeta Hindu maupun rahib Buddha. Namun
pembagian atas golongan ini tidak seketat pengkastaan seperti di India. Ini
membuktikan, sekali lagi, kearifan lokal yang dimiliki masyarakat pribumi.
Dari Negarakretagama dan Pararaton
diperoleh gambaran tentang kehidupan perekonomian di Jawa pada masa
Singasari. Di desa pada umumnya penduduk hidup dari bertani, berdagang, dan
kerajinan tangan. Tidak sedikit pula yang bekerja sebagai buruh atau pelayanan.
Kegiatan berdagang dilakukan dalam lima hari pasaran pada tempat yang berbeda (Legi,
Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Oleh karena itu, sarana transportasi darat
memegang peranan penting. Beberapa prasasti melukiskan bagaimana para pedagang,
pengrajin, dan petani membawa barang dagangannya. Mereka digambarkan melakukan
perjalanan sambil memikul barang dagangannya atau mengendarai pedati-kuda. Ada
pula yang melakukan perjalanan melalui sungai dengan menggunakan perahu. Dengan
disebutnya alat angkut pedati dan perahu, dapatlah disimpulkan bahwa
perdagangan antardesa cukup ramai.
Apalagi di wilayah Singasari
terdapat dua sungai besar, Bengawan Solo dan Kali Brantas yang dimanfaatkan
untuk mengairi lahan pertanian dan lalu lintas perdagangan air. Perdagangan
mulai mendapatkan perhatian cukup besar semasa Kertanegara memerintah.
Kertanegara mengirimkan ekspedisi militer ke Melayu (Pamalayu) untuk merebut
kendali perdagangan di sekitar Selat Malaka. Pada masa ini memang Selat Malaka
merupakan jalur sutera yang dilalui oleh para pedagang asing.
F. HUBUNGAN
KERAJAAN SINGASARI DENGAN MAJAPAHIT
Pararaton,
Nagarakretagama dan prasasti Kudadu mengisahkan Raden Wijaya, cucu
Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanegara lolos dari maut. Berkat bantuan
Aria Wiararaja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh
Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit. Pada tahun 1293 datang
pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan Jawa. Mereka dimanfaatkan
Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang di Kadiri. Setelah Kadiri runtuh,
Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari
tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai
kelanjutan Singasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa,
yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.
0 komentar:
Posting Komentar