Rabu, 04 Januari 2017



A. PENDAHULUAN
Kerajaan Singasari adalah sebuah kerajaan Hindu Buddha di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 M. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan di daerah Singosari, Malang. Kerajaan Singasari hanya sempat bertahan 70 tahun sebelum mengalami keruntuhan. Kerajaan ini beribu kota di Tumapel yang terletak di kawasan bernama Kutaraja. Pada awalnya, Tumapel hanyalah sebuah wilayah kabupaten yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Kadiri dengan bupati bernama Tunggul Ametung. Tunggul Ametung dibunuh oleh Ken Arok yang merupakan pengawalnya.

Keberadaan Kerajaan Singosari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak ditemukan di Jawa Timur yaitu daerah Singosari sampai Malang, juga melalui kitab sastra peninggalan zaman Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singosari serta kitab Pararaton yang juga menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab Pararaton isinya sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui. Sebelum menjadi raja, Ken Arok berkedudukan sebagai Akuwu (Bupati) di Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya, karena tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung. Selanjutnya ia berkeinginan melepaskan Tumapel dari kekuasaan kerajaan Kadiri yang diperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah kaum Brahmana Kadiri meminta perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka tahun 1222 M /1144 S Ken Arok menyerang Kediri, sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter. Ken Arok yang mengangkat dirinya sebagai raja Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.
B. SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN SINGASARI
Ada dua versi yang menyebutkan silsilah kerajaan Singasari alias Tumapel ini. Versi pertama adalah versi Pararaton yang informasinya didapat dari Prasasti Kudadu. Pararaton menyebutkan Ken Arok adalah pendiri Kerajaan Singasari yang digantikan oleh Anusapati (1247–1249 M). Anusapati diganti oleh Tohjaya (1249–1250 M), yang diteruskan oleh Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272 M). Terakhir adalah Kertanegara yang memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara pada versi Negarakretagama, raja pertama Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa Sang Girinathapura (1222–1227 M). Selanjutnya adalah Anusapati, yang dilanjutkan Wisnuwardhana (1248–1254 M). Terakhir adalah Kertanagara (1254–1292 M). Data ini didapat dari prasasti Mula Malurung.
1. Ken Arok (1222–1227 M)
Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja Singasari yang pertama dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227 M). Pada tahun 1227 M, Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha.
2. Anusapati (1227–1248 M)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam. Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
3. Tohjoyo (1248 M)
Dengan meninggalnya Anusapati maka tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.
4. Ranggawuni (1248–1268 M)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari. Pada tahun 1254 M Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardana meninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5. Kertanegara (1268-1292 M)
            Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1270 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru. Menurut kidung Panji Wijayakrama pupuh 1 menguraikan bahwa Prabu Kertanagara yang berwatak angkuh dan sadar akan kekuatan dan kekuasaannya, menolak mentah-mentah pendapat dan keberatan Mpu Raganatha bahkan beliau menjadi muram lagi murka mendengar ujar Mpu Raganatha. Dengan serta merta Mpu Raganatha dipecat dari jabatannya dan digantikan oleh Mahisa Anengah panji Angragani. Menurut kidung Harsawijaya  pupuh 1/28 disebutkan bahwa Prabu Kertanagara melorot kedudukan Mpu Raganantha sebagai patih amangkubhumi menjadi ramadhyaksa di Tumapel. Selain itu juga dikatakan di Kidung bahwa Arya Wiraraja dilorot kedudukannya dari demung menjadi adipati di Madura Timur, kemudian tumenggung Wirakreti dilorot kedudukannya sebagai tumenggung menjadi mantri anghabaya.
            Prabu Kertanegara mengadakan perubahan secepatnya secara besar-besaran untuk disesuaikan dengan pelaksanaan politik ekspansinya. Para pembesar yang telah lama mengabdi pada pemerintahan Wisnuwardhana dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan politik yang baru disingkirkan dan diganti oleh tenaga-tenaga baru yang menyetujui gagasan politik sag prabu. Perubahan itu menimbulakan kegelisahan diantara pegawai dan rakyat.
            Pada prasasti Penampihan yang dikeluarkan pada bulan Kartika tahun 1191 S (Oktober 1269 M) mencatat bahwa patih Kebo Arema dan Mpu Ramapati yang sangat dipuja menjadi sang penasehat sang prabu dalam mengadakan hubungan dengan pembesar-pembesar yang ada di Madura dan Nusantara. Sang Ramapati mengepalai kabinet menteri yang terdiri atas patih, demung, tumenggung, rangga, dan kanuruhan.
            Ditengah pemerintahan sang prabu Kertanagara sempat terjadi pemberontakan, diantaranya yang disebutkan dalam pupuh 1 kidung Panji Wijayakrama terjadi pemberontakan Kelana Bhayangkara. Dan dalam negarakertagama juga disebutkan sempat terjadi pemberontakan Cayaraja. Pemberontakan-pemberontakan itu akhirnya dapat ditumpas, dan empat menghambat pelaksanaan gagasan politik perluasan wilayah. Untuk dapat mengirim tentara ke seberang lautan, kekeruhan di dalam negeri harus diatasi terlebih dahulu.
C. EKSPEDISI PAMALAYU
            Pararaton, Kidung Panji Wijayakrama, Kidung Harsawijaya dan Negarakertagama pupuh ke 41 menyebutkan bahwa pengiriman tentara ke negeri Melayu pada tahun Saka 1187 (1275 M), lima tahun setelah pecahnya pemberontakan Kelana Bhayangkara dan Cayaraja. Dalam kidung Harsawijaya disebutkan bahwa nasihat patih Raganatha tentang pengiriman tentara ke Suwarnabhumi ditolak oleh prabu Kertanagara. Raganatha sebelumnya mengingatkan bahwa bisa saja terjadi balas dendam raja Jayakatwang dari Kadiri terhadap Singasari, sebab singasari dalam keadaan kosong akibat pengiriman ke Suwarnabhumi. Prabu Kertanagara berpendapat bahwa raja bawahan Jayakatwang tidak akan memberontak kepadanya karena jayakatwang berutang budi kepadanya. Jayakatwang adalah bekas pegawai istana yang dangkat sebagai raja bawahan di Kediri. Gagasan pengiriman ke Suwarnabhumi sendiri disetujui oleh Mahisa Angragani yang berkedudukan sebagai pengganti Raganatha. Demikianlah diputuskan untuk mengirimkan tentara ke Melayu yang dilaksanakan pada 1275 M yang dikenal dengan ekspedisi Pamalayu.
            Ekspedisi Pamalayu berhasil baik. Tentara Singasari berhasil menundukan raja Malayu, Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa di Dharmasraya, yang berpusat di Jambi dan menguasai selat Malaka. Ini terbukti dari isi yang ada pada piagam Amogapasha atau Padang Arca yang dikeluarkan oleh Sri Kartanegara pada 1208 S (1286 M).  Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol. Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai muka utusannya yang bernama Meng Ki. Tindakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke Jawa. Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
D. PEMBERONTAKAN JAYAKATWANG DAN RUNTUHNYA SINGASARI
            Dalam Negarakertagama pupuh 41/4 menguraikan bahwa Prabu Kertanegara dengan pengiriman tentara ke Melayu yang jaya gemilang sebenarnya mempunyai akibat buruk terhadap dalam negeri. Pada tahun 1280 M sempat terjadi pemberontakan dari Mahisa Rangkah namun dapat digagalkan. Kemudian pembesar-pembesar negara yang kena pecat terutama adipati Wiraraja di Sumenep mendapat kesemapatan baik untuk membalaskan dendam kepada Kertanegara. Ia menghasut raja bawahan Jayakatwang dari Kediri untuk membrontak dengan cara mengirimkan surat. Dari surat yang dikirimkan oleh Wiraraja menyatakan bahwa Singasari dalam keadaan kosong. Tidak ada lagi tokoh pembesar yang dapat dibanggakan adapun Raganatha adalah seorang pembesar namun sudah tua renta layaknya harimau kawakan. Dalam situasi yang sama raja Kertanegara juga tengah berselisih dengan Kubilai Khan, dimana pemimpin dinasti Mongol memintanya untuk tunduk kepadanya, dan ditolak oleh sang Prabu dengan merusak wajah utusannya yang bernama Meng Ki sebagai hinaan kepada sang Kaisar.
            Setelah Jayakatwang membaca surat Wiraraja tahulah ia mengenai makna dari Wiraraja dan segera bertanya kepada Wirondaya yang bertindak sebagai pembawa surat tentang bagaimana keadaan Singasari yang sesungguhnya. Jawabnya semenjak raja Kertanagara memerintah tampuk pimpinan segala nasehat Mpu Raganatha dan para wreddha menteri diabaikan, sang Prabu lebih cenderung mendengarkan pendapat menteri-menteri mudanya yang baru. Rakyat pun tidak puas atas dengan sikap yang demikian. Kemudian Jayakatwang menanyakan hal tersebut kepada sang patihnya yang bernama Mahisa Mundarang, sang patihpun menceritakan mengenai leluhur Jayakatwang yaitu raja Kertajaya yang mati ditangan anak petani Pangkur anak Ni Ndok, itulah raja Singasari yang bergelar raja Rajasa yang membinasakan raja Kertajaya dan seluruh bala tentara Kediri. Kediri karenanyalah dijajah oleh Singasari. Patih itu juga mengatakan bahwa Jayakatwang berkewajiban membalaskan dendam dan membangun kembali kerajaan Kediri.
            Setelah mendengar dari nasehat Wiraraja dan pendapat patih Mudrang, raja Jayakatwang segera mengeluarkan perintah untuk menyerang Singasari. Pasukan Jayakatwang dipimpin Jaran Guyang bergerak menyerang Singhasari dari utara. Kertanagara mengirim kedua menantunya, yaitu Raden Wijaya putra Lembu Tal dan Ardharaja putra Jayakatwang untuk melawan. Tetapi Ardharaja kemudian bergabung ke dalam pasukan ayahnya. Pasukan Jaran Guyang hanyalah pancingan supaya pertahanan ibu kota kosong. Pasukan kedua Jayakatwang menyerang dari selatan dipimpin Patih Kebo Mundarang. Saat itu Kertanagara sedang mengadakan pesta minuman keras sebagai salah satu ritual agamanya. Ia lalu keluar menghadapi serangan musuh. Kertanagara akhirnya tewas dibunuh tentara pemberontak bersama Mpu Raganata, Patih Kebo Anengah, Panji Angragani, dan Wirakreti. Dengan demikian Sejarah Singasari berakhir dengan mangkatnya Prabu Kertanagara pada tahun 1292 M.
E. KEHIDUPAN DI KERAJAAN SINGASARI MASA RAJA KERTANAGARA
                Pada masanya, Singasari mencapai kejayaan. Dalam menjalankan pemerintahannya, Kertanegara dibantu oleh tiga orang mahamantri, yaitu rakryan i hino, rakryan i sirikan, dan rakryan i halu. Di bawah ketiga mahamantri ini terdapat pula tiga orang pejabat: rakryan apatih, rakryan demung, dan rakryan kanuruhan. Sementara soal keagamaan, diangkat pejabat yang disebut dharma dhyaksa ring kasogatan untuk urusan agama Buddha, sedangkan dharmadyaksa ring kasaiwan untuk umat Siwa.
Sementara itu, kehidupan sosial Singasari dapat diketahui dari Nagarakretagama dan Pararaton serta kronik Cina. Disebutkan, masyarakat Singasari terbagi dalam kelas atas, yaitu keluarga raja dan kaum bangsawan, dan kelas bawah yang terdiri dari rakyat umum. Selain itu, ada kelompok agama, pendeta Hindu maupun rahib Buddha. Namun pembagian atas golongan ini tidak seketat pengkastaan seperti di India. Ini membuktikan, sekali lagi, kearifan lokal yang dimiliki masyarakat pribumi.
Dari Negarakretagama dan Pararaton diperoleh gambaran tentang kehidupan perekonomian di Jawa pada masa Singasari. Di desa pada umumnya penduduk hidup dari bertani, berdagang, dan kerajinan tangan. Tidak sedikit pula yang bekerja sebagai buruh atau pelayanan. Kegiatan berdagang dilakukan dalam lima hari pasaran pada tempat yang berbeda (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Oleh karena itu, sarana transportasi darat memegang peranan penting. Beberapa prasasti melukiskan bagaimana para pedagang, pengrajin, dan petani membawa barang dagangannya. Mereka digambarkan melakukan perjalanan sambil memikul barang dagangannya atau mengendarai pedati-kuda. Ada pula yang melakukan perjalanan melalui sungai dengan menggunakan perahu. Dengan disebutnya alat angkut pedati dan perahu, dapatlah disimpulkan bahwa perdagangan antardesa cukup ramai.
Apalagi di wilayah Singasari terdapat dua sungai besar, Bengawan Solo dan Kali Brantas yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian dan lalu lintas perdagangan air. Perdagangan mulai mendapatkan perhatian cukup besar semasa Kertanegara memerintah. Kertanegara mengirimkan ekspedisi militer ke Melayu (Pamalayu) untuk merebut kendali perdagangan di sekitar Selat Malaka. Pada masa ini memang Selat Malaka merupakan jalur sutera yang dilalui oleh para pedagang asing.
F. HUBUNGAN KERAJAAN SINGASARI DENGAN MAJAPAHIT
Pararaton, Nagarakretagama dan prasasti Kudadu mengisahkan Raden Wijaya, cucu Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanegara lolos dari maut. Berkat bantuan Aria Wiararaja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit. Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan Jawa. Mereka dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang di Kadiri. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Singasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.









0 komentar:

Posting Komentar

SEWELASAN

AGENDA

  • MENGOLEKSI
  • BERKEGIATAN
  • NAPAK TILAS

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget