Bidang Sosial
Perkembangan kehidupan sosial masa Orde Baru dapat dikatakan maju
jika di lihat dari kaca mata strategi dan kebijakan penyejahteraan masyarakat.
Selama dasawarsa 1970-an laju per-tumbuhan penduduk mencapai 2,3% setiap tahun.
Dalam tahun awal 1990-an angka tadi dapat diturunkan menjadi sekitar 1,6%
setiap tahun. Jika awal tahun 1970-an penduduk Indonesia mempunyai harapan
hidup rata-rata sekitar 50 tahun maka pada tahun 1990-an harapan hidup lebih
dari 61 tahun. Di tahun 1960-an hubungan antaragama kurang harmonis, tetapi di
tahun 1970-an dan1980-an meningkatnya rasa toleransi antarpemeluk agama. Karena
itu Indonesia dikatakan sebagai contoh bagi negara-negara lain dalam hal
toleransi antaragama. Para pemimpin agama seringkali bahu-membahu dalam segala
aktivitas kemasyarakat-an, karena itu organisasi-organisasi keagamaan
memberikan prioritas yang tinggi kepada proyek-proyek pembanguna sosial dan
ekonomi. Di bidang SARA, rezim Orde Baru
berusaha menekan persoalan SARA secara
sistematis. Pada masa Orde Baru, mengungkit-ungkit persoalan SARA
merupakan barang haram yang masuk kategori subversif yang dinilai pemerintah
bakal menjadi sumber perpecahan dan
disintegrasi bangsa. Rezim Orde Baru
telah berhasil membangun
uniformity dalam segala bidang
kehidupan sehingga pada saat itu,
bangsa ini tampak menjadi bangsa yang tenang, aman,
tetapi tanpa kehidupan yang sejati. Sentralisasi kebijakan menyebabkan pusatlah
yang mengontrol dan menekan isu-isu social yang ada dalam masyarakat. Terdapat
kader-kader yang terjun dalam organisasi social sehingga terjadi kontrolisasi
yang sangat kuat dalam kehidupan social.
Sejak era-reformasi dan transformasi kehidupan sosial-politik via
paham demokratisme mulai menggelinding dan dijalankan secara “konstruktif” pada
tahun 1998 (masa kejatuhan Orde Baru/ORBA), maka sejak saat itu pula perjalanan
kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat di Indonesia memasuki tahapan baru yaitu tidak pernah terlepasnya
warga dari carut-marut konflik sosial. Konflik sosial yang selama 30 tahun
rezim ORBA di“tabu”kan oleh negara dan
warga masyarakat, seolah kini menjadi tindakan-nyata yang sah, lazim
dan justifiable dalam sistem
tata-kehidupan berasaskan demokrasi. Nyataya,
kehidupan sosial masa reformasi ibarat sebuah bom yang siap meledak dimana
pemicunya telah di tahan sebegitu lama pada masa Orde Baru. Banyak terjadi
penyelewengan sosial seperti munculnya koflik SARA. Perhatia terhadap gejala
sosial sangat mencolok pada masa presiden Gus Dur dimana banyak kebijakan yang
diambil dalam bidang kesejahteraan sosial yang salah satunya adalah perbaikan
masalah etnis Tiongkok.
Bidang Ekonomi
Harus diakui bahwa orde baru di kepemimpinan presiden soeharto
telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam rentang
waktu yang panjang . pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan dampak positif dan
negatif . dampak positif tercatat dalam bentuk penurunan angka kemiskinan
absolut yang diikuti dengan perbaikan indikator kesejahteraan rakyat secara
rata-rata .adapun dampak negatif yang muncul adalah perbedaan ekonomi antar
daerah . Dalam rangka Rehabilitasi dan Stabilisasi Ekonomi ,pemerintah orde
baru menerbitkan beberapa kebijakan umum dan khusus ,baik yang bersifat jangka
pendek maupun jangka panjang . prioritas utama yang dilakukan pemerintah adalah
memerangi atau menanggulangi hiperinflasi yang mencapai sekitar 650% . Sisi
negatif dari kebijaka pemerintah Orde Baru dalam bidang ekonomi
adalah pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan
ekonomi sangat rapuh, pembangunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan
di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti
Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selanjutnya ikut menjadi
penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun
1997, pembangunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian
kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat.
Pada masa Reformasi, pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Intinya dari beberapa presiden masa reformasi, pembangunan ekonomi dapat dikatakan fluktuatif dan belum bisa menyelesaikan masalah ekonomi yang diwariskan oleh pemerintahan Orde Baru seperti KKN, inflasi, fluktuasi nilai rupiah, dan sebagainya. Malah terdapat kebijakan kontroversial dimana terdapat kebijakan privatisasi BUMN.
Pada masa Reformasi, pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Intinya dari beberapa presiden masa reformasi, pembangunan ekonomi dapat dikatakan fluktuatif dan belum bisa menyelesaikan masalah ekonomi yang diwariskan oleh pemerintahan Orde Baru seperti KKN, inflasi, fluktuasi nilai rupiah, dan sebagainya. Malah terdapat kebijakan kontroversial dimana terdapat kebijakan privatisasi BUMN.
Bidang Budaya
Pada masa Orde Baru terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang
bersifat diskriminatif, seperti Surat Edaran No.06/Preskab/6/67 yang memuat
tentang perubahan nama. Dalam surat itu disebutkan bahwa masyarakat keturunan
Cina harus mengubah nama Cinanya menjadi nama yang berbau Indonesia, misalnya
Liem Sioe Liong menjadi Sudono Salim. Selain itu, penggunaan bahasa Cinapun
dilarang.Rezim Orde Baru memberlakukan kebijakan diskriminasi.Misalnya,
pemberlakuan batasan 10 persen bagi etnis Cina untuk bisa belajar di bidang
medis, permesinan, sains dan hukum di universitas.
Keluarnya Instruksi Presiden (Inpres) No 14 Tahun 1967 yang menyatakan adat istiadat orang Cina dilarang dipertontonkan di depan umum, membuat etnis Cina tidak bebas melestarikan budaya leluhurnya di Indonesia. Tidak hanya itu, pelestarian budaya luluhur orang Cina dikhawatirkan oleh pemerintah akan mengganggu proses program asimilasi yang dicanangkan oleh pemerintah Orde Baru. Namun ada juga kebijakan yang baik yang diterapkan Orde Baru yaitu pemerintah mendukung Kirap Remaja Indonesia yang dinamakan Parade Keliling Pemuda Indonesia yang diselenggarakan dua tahun sekali oleh Yayasan Tiara Indonesia pimpinan Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut) sejak tahun 1989.
Keluarnya Instruksi Presiden (Inpres) No 14 Tahun 1967 yang menyatakan adat istiadat orang Cina dilarang dipertontonkan di depan umum, membuat etnis Cina tidak bebas melestarikan budaya leluhurnya di Indonesia. Tidak hanya itu, pelestarian budaya luluhur orang Cina dikhawatirkan oleh pemerintah akan mengganggu proses program asimilasi yang dicanangkan oleh pemerintah Orde Baru. Namun ada juga kebijakan yang baik yang diterapkan Orde Baru yaitu pemerintah mendukung Kirap Remaja Indonesia yang dinamakan Parade Keliling Pemuda Indonesia yang diselenggarakan dua tahun sekali oleh Yayasan Tiara Indonesia pimpinan Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut) sejak tahun 1989.
Sejak Abdurrahman Wahid atau biasa dikenal sebagai Gus Dur
berkuasa, Inpres No 14 Tahun 1967 tersebut dihapus, dan digantikan dengan
Keppres No. 6 Tahun 2000. Atas dasar itu, Adat Istiadat dan kebudayaan orang
Cina di Indonesia tidak lagi mendapat diskriminasi oleh pemerintah, barongsai,
liong yang dahulunya tidak diperbolehkan, diperbolehkan lagi untuk
dipertontonkan di muka umum. Tidak hanya itu, agama Kong Hu Cu mendapat angin
segar di Indonesia dan tahun baru Imlek (tahun baru yang didasarkan atas
kalender Cina) dijadikan hari libur nasional.
Bidang Politik
Salah satu kebijakan Orde Baru dalam bidang politik dirasa sangat
cepat dilakukan diantaranya yaitu pembangunan Kabinet. Pembangunan Kabinet awal
pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA dengan
tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Amper yaitu untuk menciptakan
stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Tak hanya itu, pemerintah Orba juga sangat cepat dalam
membuka hubungan luar negeri yang diputus oleh Soekarno seperti IMF, PBB, dan
sebagainya. Tak hanya itu, banyak sisi negatif yang dilakukan oleh Orde Baru
jika dilihat dari kacamata kebebasan politik seperti penguatan militer dan
Golkar dalam sistem pemerintahan sampai ke bawah, militerisasi yang mengatur
pembangunan dan perkembangan negara, otoritarianisme merambah segenap aspek
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang
sangat merugikan rakyat, dan sebagainya.
Pada awal Reformasi, kebijakan banyak diambil di bidang politik
diantaranya adalah kebebasan menyampaikan pendapat asal tetap berpedoman pada
aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum, refomasi dalam bidang hokum dengan target reformasinya
yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan
instansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru, hukum hanya berlaku
pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat
kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa, serta
mengatasi masalah dwifungsi ABRI. Pada awal reformasi juga diadakan sidang
istimewa, sidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil
menetapkan 12 ketetapan. Kebijakan masa Gus Dur yang mencolok adalah
merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang
dianggapnya tidak efesien.
Dapat dikatakan baik pada masa Orde Baru maupun Reformasi urusan
politik menjadi masalah yang utama diselesaikan dengan berbeda pandangan
pemerintahan yang berjalan.
Bidang Keamanan dan Militer
Pada
masa orde baru dalam bidang keamanan bisa dibilang terjamin, hal ini
dikarenakan militer menjadi alat keamanan yang utama dan juga Dengan adanya AMD
(ABRI Masuk Desa) keamanan di tingkat pedesaaan lebih terjamin dan dapat di
kontrol dengan mudah oleh pemerintah pusat, selain adanya AMD pada masa ini
untuk menjaga keamanan terdapat adanya Petrus (penembak misterius). Petrus
sendiri merupakan penembak yang di berikan tugas untuk menembak mati sasaran di
tempat yang di indikasikan dapat meresahkan masyrakat. Selain menjadikan pihak
militer sebagai keamanan utama dalam menjaga stabilitas negara pada masa ini
militer juga berperan dalam politik praktis.
Pada
masa reformasi militer tidak lagi mengambil andil dalam urusan politik, bisa
dibilang pada masa reformasi politik praktis militer yang pada masa orde baru
di berlakukan di hapuskan dan militer hanya mempunyai fungsi satu-satunya
sebagai badan pertahanan dan keamanan nasional. Banyak kebijakan-kebijakan yang
di keluarkan pemerintah untuk menjaga keamanan masyrakat tanpa memberikan rasa
takut yang berlebihan. Namun kebijakan yang dikeluarkan kurang ketat pada
pelaksanaanya sehingga kriminalitas meningkat secara signifikant di masyrakat.
0 komentar:
Posting Komentar